Kolom Blog Adhi Ksp: Blog Kompasiana: Reformasi Birokrasi dan Filosofi Orkestra

Kolom Blog Adhi Ksp

Blog Kompasiana

Reformasi Birokrasi dan Filosofi Orkestra

ADA yang menarik di Balaikota DKI Jakarta hari Selasa (19/8) malam. Gubernur DKI Fauzi Bowo menghadirkan orkestra musik di Balai Agung. Di depan 60-an pimpinan Satuan Kerja Pelaksana Daerah, Fauzi Bowo ingin mengingatkan kepada para pembantunya bahwa memimpin organisasi besar seperti Pemprov DKI Jakarta itu layaknya memimpin orkestra musik.

Semua orang dalam orkestra memainkan peran masing-masing dengan baik. Jika salah satu saja bermain buruk, maka seluruh penampilan orkestra otomatis buruk.

Saat ini Fauzi Bowo diibaratkan sebagai konduktor yang memimpin orkestra raksasa bernama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebagai Gubernur yang dipilih langsung oleh rakyat, Fauzi Bowo bertekad melakukan reformasi birokrasi. Fauzi ingin melakukan perubahan mendasar dalam pelayanan masyarakat. Untuk itu dia mengajak pimpinan SKPD dari kepala dinas sampai kepala biro, juga pimpinan BUMD DKI, untuk merenungkan filosofi sebuah orkestra.

Fauzi mengutip buku yang memuat pemikiran Alfred P Sloan, pendiri General Motors dan pakar manajemen dunia. Organisasi, swasta atau pemerintah, pasti dihadapkan pada perubahan yang konstan. Untuk itu, Fauzi meminta jajarannya siap menghadapi perubahan, bukan sekadar formalitas.

Demi perubahan, Pemprov DKI harus melakukan reformasi birokrasi. Fauzi mengajak para pimpinan SKPD untuk memiliki sikap yang pro-perubahan, yang dapat menjadi teladan bagi orang lain.

Apa yang dilakukan Fauzi Bowo dengan menghadirkan orkestra pimpinan Widya Kristanti di Balai Agung, Balaikota DKI, tentu memiliki makna filosofi yang mendalam. Bukan sekadar mendengarkan musik, tetapi ikut memahami bagaimana proses sebuah orkestra menampilkan pertunjukan musik yang indah.

Obsesi Fauzi sebagai Gubernur, dia ingin menjadi “konduktor” bagi orkestra bagi 80.000 pegawai Pemprov DKI Jakarta, yang mampu “memainkan musik indah” sesuai harapan masyarakat.

Persoalannya, apakah aparat birokrasi Pemprov DKI sudah siap berubah? Inilah soalnya. Layanan kependudukan seperti pembuatan KTP, masih menjadi “ladang” uang bagi oknum birokrat. Pedagang kaki lima yang menempati trotoar dan lokasi ilegal, acapkali sudah “membayar” ke oknum petugas Tramtib. Pungli-pungli dalam penerbitan perizinan, sudah menjadi semacam rahasia umum. Bahkan dalam urusan kematian pun, masih ada saja pungli.

Fauzi Bowo tentu tak ingin menjadi konduktor orkestra, di mana menampilkan pertunjukan musik yang amburadul. Dia ingin menjadi konduktor orkestra di mana para pemainnya yang berjumlah 80.000 orang dengan aneka peran, dapat menyajikan pertunjukan yang baik.

Tidak gampang memang mengelola 80.000 pegawai. Namun tak ada satu orang pun yang diabaikan. Ibarat sebuah arloji, bagian-bagian terkecil sekali pun harus berfungsi dengan baik agar jam itu berjalan semestinya, selalu tepat waktu. Lagi-lagi Fauzi memaknai fungsi arloji untuk analogi organisasi besarnya di Pemprov DKI. Pegawai kecil sekali pun, harus tetap dihargai karena mereka juga memainkan peran masing-masing.

Inilah cara Fauzi Bowo, “tukang insinyur” lulusan Jerman, memberi motivasi jajarannya. Siap menjadi “konduktor” orkestra Pemprov DKI, Pak?

Palmerah, Jakarta, 20 Agustus 2008

*) Catatan: Tulisan di blog ini juga dimuat di Blog Kompasiana http://adhikusumaputra.kompasiana.com

FOTO ILUSTRASI diambil dari http://orbitingfrog.com/blog/wp-content/uploads/2007/04/orchestra.jpg

Tinggalkan komentar