KOMPAS
Jumat, 08 Nov 1996
Halaman: 12
Penulis: KSP

BANGUNAN TUA, DAYA TARIK PARIWISATA JAKARTA MASA DEPAN
* Dibahas Berbagai Pakar di Belanda
Rotterdam, Kompas

Bangunan dan gedung tua di Jakarta diproyeksikan mampu menjadi
daya tarik bagi pariwisata metropolitan Jakarta di masa depan.
Berbagai usaha melestarikan bangunan tua di Ibu Kota sudah dilakukan
dan akan terus dilaksanakan, karena kini semakin disadari trend
pariwisata modern adalah wisata ke tempat-tempat bersejarah.

Demikian antara lain yang terungkap dalam seminar yang khusus
membahas masalah heritage (warisan budaya) di Gedung Erasmus Huis
Rotterdam, Belanda, Rabu (6/11) malam WIB. Seminar ini diselenggarakan
Forum Nederland-Indonesia (FNI) bekerja sama dengan Forum
Indonesia-Nederland (Fined). Rombongan Indonesia dipimpin Frans Seda.
Para pembicara yang tampil, Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta Ir
Fauzi Bowo, Direktur Museum Sejarah Soedarmadji Damais, Ketua Yayasan
Pelestari Budaya Bangsa Pia Alisjahbana, Kasubdis Pelestarian Dinas
Tata Bangunan dan Pemugaran DKI Jakarta Ir Wisnumurti Ardjo, Manajer
Hotel Omni Batavia Jakarta Rudy Schoulten, dan arsitek pemugaran
Gedung Arsip Nasional Ir Han Awal.

Menurut Fauzi Bowo, Pemda DKI Jakarta mulai mengundang investor
menanamkan modalnya, melakukan revitalisasi kota tua di Jakarta Lama.
Gedung-gedung tua dipugar, dijadikan tempat usaha jasa pariwisata yang
pada gilirannya akan menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara.
Jakarta sebenarnya sudah memugar Gedung Stadhuis di Taman
Fatahillah yang kini jadi Museum Sejarah pada tahun 1971. Namun jika
pemugaran hanya dilakukan secara fisik, itu pekerjaan yang mudah. Yang
menjadi persoalan adalah bagaimana gedung-gedung tua di kawasan
Jakarta Lama mampu menarik pengunjung, meningkatkan apresiasi terhadap
warisan budaya, memutar roda perekonomian.

Wartawan Kompas Robert Adhi Ksp dari Rotterdam melaporkan, seminar
tentang kota tua ini diadakan di Belanda karena kawasan Jakarta Lama
selain bagian dari sejarah Jakarta, juga bagian dari sejarah Belanda.
Selain itu Pemda DKI ingin meyakinkan para investor, bisnis kota tua
akan menguntungkan, meskipun hasilnya tidak diperoleh dalam waktu yang
singkat.

Mengantisipasi trend wisata kota tua ini, sejumlah agen perjalanan
di Jakarta mulai menyiapkan paket-paket tur, seperti mengunjungi
Pelabuhan Sundakelapa dengan kapal-kapal pinisinya, Museum Bahari yang
menceritakan kisah panjang sejarah maritim kota Jakarta, makan siang
di Cafe Batavia dan jalan kaki di kawasan Jakarta Kota, melihat Museum
Sejarah dan gedung tua lainnya.

Mendukung
Frans Seda dari Ikatan Indonesia-Nederland berpendapat,
melestarikan bangunan tua di Jakarta berarti memberi jiwa bagi kota
Jakarta. Dia mendukung penuh usaha Pemda DKI melakukan revitalisasi
kota tua di Jakarta Lama.

Sementara itu Pia Alisjahbana mengungkapkan, peranan lembaga
swadaya masyarakat (LSM) seperti Yayasan Pelestari Budaya Bangsa sudah
memberi kontribusi yang besar bagi upaya melestarikan gedung-gedung
tua di Jakarta Lama. LSM ini bahkan menyelenggarakan berbagai
pertemuan dengan heritage societies lokal maupun internasional.

Soedarmadji Damais, Direktur Museum Sejarah Jakarta yang melihat
dimensi sosial budaya, mengungkapkan, pengaruh kuat berbagai budaya
yang mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat Jakarta sejak abad
ke-14. Dari kerajaan Islam di sepanjang pesisir Pulau Jawa (Banten,
Cirebon, Demak) dan kerajaan Mataram, Cina, India, Eropa. Ini semua
jelas terlihat pada tempat tinggal, tempat ibadah, deretan rumah,
desain pesisir, pola urban, kostum dan tekstil, gaya hidup dan
upacara.

Ir Han Awal, arsitek yang menggarap rencana pemugaran Gedung Arsip
Nasional Jakarta menjelaskan nasib gedung bersejarah berusia ratusan
tahun yang kini makin kalah pamor dengan gedung-gedung di sekitarnya.
Niat sejumlah pengusaha Belanda membiayai pemugaran yang akan
dikerjakan Maret 1997 itu, membuat gembira para pemerhati gedung
bersejarah.

Seminar yang membahas heritage merupakan salah satu topik
kebudayaan dari serangkaian acara yang diselenggarakan Fined-FINI di
Rotterdam (5-9 November). Selain masalah kebudayaan, juga pendidikan
dan ilmu pengetahuan, sosial dan masalah kepemudaan. Dalam panel
pendidikan dan iptek, tampil Dra Karlina Leksono-Supelli, Drs Iwan
Mucipto Moeliono, Dr Ing Suparno Satira.

Selain itu diselenggarakan juga kegiatan promosi pariwisata
terpadu yang “menjual” Jakarta kepada masyarakat Eropa, khususnya
Negeri Belanda.

Tinggalkan komentar