Tag Archives: Psikotropika

Ekstasi Dijual Bebas di Diskotek

Jurnalistik partisipatif! Saya meyakini jurnalistik partisipatif dapat menuangkan tulisan dengan lebih detil. Kali ini saya bersama kolega di Kompas melakukan perjalanan bersama ke sejumlah diskotek di Jakarta. Sangat ironis memang, jika di depan diskotek terpampang spanduk antinarkoba, tetapi di dalamnya justru terjadi transaksi narkoba secara bebas. Mau kemana bangsa ini jika banyak pihak tutup mata, atau pura-pura tidak tahu?

KOMPAS
Kamis, 19 Jul 2007
Halaman: 1
Penulis: cal; ksp

Psikotropika
EKSTASI DIJUAL BEBAS DI DISKOTEK
Jakarta, Kompas
Denyut kehidupan malam di sebagian besar diskotek di Jakarta
belum bebas dari peredaran ekstasi. Di beberapa diskotek pengedar
bebas menawarkan secara terang-terangan, terbuka, di kerumunan
pengunjung.
Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional Komisaris
Jenderal I Made Mangku Pastika saat ditanya seputar masalah itu,
Senin (16/7), mengatakan, jika masih ada transaksi ekstasi terang-
terangan, aparat harus bertindak tegas, “Ini soal pengawasan.
Seharusnya Badan Narkotika Provinsi Jakarta dibantu satgas dari Polda
Metro Jaya yang melakukan pengawasan tersebut,” kata Made Mangku
Pastika.
Namun, Ketua Badan Narkotika Provinsi DKI Jakarta Fauzi Bowo,
Rabu (18/7) sore, menegaskan, jajarannya kerap mendatangi diskotek
dan karaoke. Namun, pengedar selalu mencari celah. “Kami tak boleh
berhenti. Sebab begitu berhenti, dampaknya bukan deret hitung, tapi
sudah deret ukur,” katanya.
Direktur Narkoba Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya Komisaris
Besar Arman Depari, Selasa siang, mengatakan, polisi sudah rutin
menggelar razia setiap minggu. “Dalam seminggu, dua kali razia.
Setiap kali razia kami datangi sedikitnya empat diskotek dan karaoke
di Jakarta dan sekitarnya,” katanya.
Terang-terangan
Menurut pemantauan Kompas di beberapa diskotek di Jakarta, Jumat
tengah malam hingga Sabtu dini hari pekan lalu, peredaran
psikotropika, khususnya jenis ekstasi, terlihat bebas. Diskotek itu
antara lain di Jalan Hayam Wuruk, Jalan Gajah Mada, Jalan Mangga
Besar, dan Mangga Dua.
Pengunjung di salah satu diskotek di Hayam Wuruk datang sejak
pukul 22.00. Pada saat yang sama, ruang diskotek di dekatnya sepi,
tetapi diisi musik hidup (live music) dan menampilkan sejumlah penari
perempuan belia berpakaian minim.
Pada tengah malam diskotek pertama hampir tidak punya celah lagi
bagi pengunjung. Ruangan penuh sesak, termasuk dibalkon. Di diskotek
ini pengedar menawarkan ekstasi kepada pengunjung secara terang-
terangan, terbuka, dan agresif.
Setelah kaki melewati pintu detektor logam di pintu masuk, tiga
pria menghampiri. “Bos, ini ada barang bagus,” katanya menawarkan
ekstasi. Setelah melewati mereka, beberapa orang lain juga menawari
barang sama.
Sepanjang lorong antara pintu masuk dan toilet yang ada di pojok
belakang terdapat sekitar 10 pria yang datang menawarkan ekstasi.
Setiap kali pengunjung melewati lorong ini selalu didekati dan
dicolek disertai tawaran serupa.
Seorang pengedar, dengan ciri-ciri kulit sawo matang, pendek,
gemuk, muka bulat, dan selalu mengenakan topi, memperlihatkan dua
jenis pil ekstasi. “Barang yang paling baik adalah hijau panah,
harganya pego (Rp 150.000) per butir,” ujarnya.
Bentuk pil ekstasi itu bulat, berwarna hijau, dan di salah
satusisinya ada tanda panah. “Saya punya kalau Anda mau yang lebih
murah. Kalau yang pink, namanya mercy, Rp 130.000 sebutir,” ucap
pengedar lain, sambil menunjukkan sebutir pil warna merah muda.
Pengedar kedua ini memiliki tinggi badan sekitar 170 sentimeter,
kulit sawo matang, dan mengenakan pakaian lebih necis.
Masa bodoh
Seorang pengunjung dengan rekan wanitanya membeli dua butir pil
warna hijau. Baik pembeli, pengedar, maupun penjual bertransaksi di
tengah kerumunan pengunjung lain. Semua orang di sekitar mereka bisa
melihatnya, tetapi semuanya bersikap masa bodoh.
Ekstasi yang membuat penggunanya lebih riang saat berjoget itu
juga beredar di diskotek di kawasan Glodok, Mangga Dua, dan Gajah
Mada. Namun, pengunjung baru di tempat-tempat itu tidak cukup mudah
mendapatkan ekstasi.
Untuk mendapatkan ekstasi, pengunjung mencari para wanita
freelance, pengunjung wanita yang biasanya sengaja mencari teman
pria. Aly (18), yang baru tamat SMA, seorang pengunjung diskotek di
kawasan Glodok, mengatakan, “Saya bisa mendapatkannya Rp 120.000 per
butir. Kalau yang bagus Rp 150.000.”
Diskotek menjadi riuh memang. Bukan hanya karena musik keras
dengan sound system-nya yang bagus, tetapi juga dipacu ekstasi.
Tempat hiburan seperti itu tutup menjelang pukul 04.00. Ada pula
diskotek yang buka hingga siang.
Catatan Polda Metro Jaya menyebutkan, selama 2001-2006 kasus
narkoba yang ditangani 23.525. Mereka yang terlibat dalam lima tahun
ini, 28.459 laki-laki dan 1.810 perempuan. Dengan rentang usia 10-18
tahun, 1.471 orang, usia 19-27 tahun, 15.181 orang, dan usia 28 tahun
ke atas, 13.614 orang.
(CAL/KSP)