Tag Archives: Adhi Makayasa

Kisah Penangkapan Sopir Metromini Maut: Menyeberangi Sungai, Tidur di Hutan…

KOMPAS
Minggu, 21 Aug 1994
Halaman: 1
Penulis: ADHI KSP, ROBERT

Kisah Penangkapan Sopir Metromini Maut

MENYEBERANGI SUNGAI, TIDUR DI HUTAN …


PENGEJARAN terhadap RS alias Hon (33), sopir metromini maut yang
terjun ke Kali Sunter (Jakarta Utara) dan menewaskan 33 penumpangnya
itu berakhir sudah. Sejak peristiwa terjadi 6 Maret 1994 silam,
petugas Polres Metro Jakarta Utara terus-menerus memburu Hon.
Kapolres Jakut Letkol (Pol) Drs Heru Susanto memerintahkan Lettu
(Pol) Unggul Sedyanto menjadi ketua tim pelacak yang bertugas
menangkap Hon.

Kisah pengejaran Hon ternyata penuh lika-liku, melalui suatu
proses panjang yang tak mudah. Bahkan pada hari penangkapan Jumat 12
Agustus, Lettu (Pol) Unggul bersama anggota timnya harus berjalan
kaki berjam-jam di jalan setapak menembus belantara dengan ancaman
terkaman harimau dan pagutan ular. Mereka juga harus menyeberangi
sungai dengan boat untuk menempuh tempat persembunyian Hon di desa
terpencil di Sumatera Utara.

Sejak kecelakaan itu terjadi, polisi tak pernah tinggal diam.
Polisi mencek ke UGD RSCM Jakpus dan menemukan nama Hon yang nama
aslinya, RS sebagai korban jatuh dari pohon, bukan kecelakaan.
Melihat luka Hon pada lengan kiri, polisi memperkirakan Hon patah
tulang sehingga polisi mencek ke delapan dukun patah tulang di
Jakarta dan Jawa Barat, tapi hasilnya pun nihil.

Tim yang dipimpin Lettu Unggul mulai melacak ke tempat mertua
Hon, tapi rupanya ia tutup mulut rapat-rapat. Polisi juga mendekati
anak laki-laki Hon berusia 10 tahun. Dengan teknik dan taktik
kepolisian, dari sang anak, polisi mendapatkan dua alamat saudara Hon
di Kalideres, Jakarta Barat. Dari sini, polisi memperoleh 9 alamat di
Jakarta, satu di Banyuwangi (Jatim). Tapi Hon tetap tak ditemukan.

Di tengah-tengah sorotan masyarakat, polisi memperoleh informasi
sopir maut sudah tertangkap dan ada di Polsek Tambun (Bekasi) pada 29
Maret. Tapi, Simon Simarmata yang mengaku-ngaku itu rupanya sakit
ingatan. Pada 5 April, Polres Dairi (Sumut) mengumumkan telah
meringkus sopir metromini maut, tapi rupanya kali ini orang yang
mengaku-ngaku itu cuma mau memburu hadiah. Karena sudah telanjur
berada di Sumut, Unggul melanjutkan perjalanan ke kampung halaman Hon
di Siborong-borong lewat jalan darat. Namun keluarga Hon di sana pun
tutup mulut.

Meski gagal lagi, polisi tak putus asa. Kapolda Metro Jaya
Mayjen (Pol) Drs M. Hindarto memerintahkan anggotanya untuk terus
memburu Hon sampai ketemu. Unggul dan timnya mengejar Hon hingga ke
Banyuwangi (5 hari), terminal Solo (3 hari), lereng Gunung Sumbing,
Wonosobo (4 hari), terminal Rajabasa Lampung (8 hari).

Polisi juga mencari Hon ke terminal Pondokkopi Jaktim dan ke Bandung (informasi Hon bekerja sebagai buruh pabrik), tapi hasilnya masih nol. Informasi tentang keberadaan istri Hon juga dicek. Namun setelah dilacak ke
Pasarminggu dan Pondoklabu, polisi tetap tak menemukannya.

Titik terang
Pada 5 Juli, polisi mulai menemukan titik terang. Menurut
informasi, RS ada di Rantauparapat (ibu kota Kabupaten Labuhan Batu),
Sumut, tapi itu belum jelas benar. Pada 25 Juli, polisi melacak Ny.
Ros, istri Hon di Kelurahan Makassar Jaktim, yang ternyata sedang
berjualan di warung milik saudaranya. Dari Ny. Ros, polisi memperoleh
silsilah keluarga secara lengkap, dan ini membantu pelacakan
berikutnya.

Pada 6 Agustus, Lettu Unggul dan Serka M. Drajad berangkat ke
Sumut dengan kapal laut KM Kambuna dari Tanjungpriok (Jakut), dan
tiba di pelabuhan Belawan dua hari kemudian. Setelah melapor ke
Kaditserse Polda Sumut Kolonel (Pol) Drs Suyitno, Lettu Unggul dan
Serka Drajad ditemani dua polisi setempat, Serma M. Nasution dan
Serda Y. Simamora menuju Desa Taloan, Kecamatan Kampung Rakyat,
Kabupaten Labuhan Batu.

Pada 9 Agustus, dengan bantuan Kapolsek Kampung Rakyat, Lettu
(Pol) Rudi Parapat, Unggul bersama tim mencek semua data penduduk di
12 desa di kecamatan itu, terutama pendatang baru. Malam itu Unggul
tidur di rumah dinas Kapolsek setempat.

Esok harinya (10/8), polisi mencek perkebunan sawit milik
saudara Hon di Desa Tolan. Untuk menuju daerah itu, Unggul dan tiga
anggota lainnya harus berjalan kaki selama tiga jam, dan beristirahat
di belantara itu di kegelapan malam.

Di tengah ancaman diterkam harimau dan dipagut ular, Unggul
lulusan terbaik Akabri Kepolisian 1988 dan peraih Adhi Makayasa dari
Presiden Soeharto ini, melanjutkan perjalanan ke tempat saudara Hon.

Mereka berpencar, Unggul dan Simamora ke Desa Kampung Mulya,
sedangkan Drajad dan Nasution ke Desa Sipadan Jaya. Kedua desa itu
letaknya terpencil, hutannya lebat dan jalannya setapak. Selama dua
jam, polisi berjalan kaki menuju Desa Kampung Mulya. Persediaan air
minum terbatas, mereka terpaksa minum air sungai.

Perjalanan dilanjutkan dengan boat dengan kecepatan 30 km/jam,
dan ditempuh 3 jam. Unggul dan rekannya tiba di kilang kayu pada 11
Agustus pukul 11.00 siang. Kedua polisi ini berpura-pura hendak
bekerja di kilang kayu dan mereka langsung diterima. Baru satu jam
menyamar, Unggul melihat ada pria mirip RS. Menurut pekerja di sana,
RS jadi pengawas. Unggul terus mengamati ciri-ciri RS, antara lain
lengan kiri dan dahi kirinya masih luka.

Setelah berkenalan, Unggul ditawari rokok dan mereka bercakap-cakap. Unggul bahkan ditawari RS untuk ikut main sepak bola menjelang peringatan 17 Agustus. Setelah ngobrol setengah jam, Unggul menemui kepala kantor dan
membuka penyamarannya. Lalu Unggul mendatangi Hon yang duduk di
teras, tapi kali ini sembari menunjukkan foto RS dan istrinya. Saat
itu RS kaget, tak bicara lagi dan keringat dingin mengucur
deras.

“Kamu RS ?” tanya Unggul, dijawab “Ya” dengan lemah. “Saya
petugas dari Jakarta,” kata Unggul sambil memperlihatkan surat
perintah penangkapan. RS pun pasrah. Ia tak menyangka di tempat
sunyi, terpencil, jauh dari keramaian, penyamarannya bisa terbongkar.

Hari itu juga Hon dibawa dengan boat, naik ojek, dan menumpang
mobil perkebunan. Suasana gelap gulita. Mereka tiba di Polsek
setempat pukul 21.00, dan satu jam kemudian tiba di Polres Labuhan
Batu. RS diperiksa hingga pukul 05.00 subuh, Jumat (12/8).

Pagi itu RS dibawa ke Medan dan Jumat sore tiba di Jakarta. Berakhirlah
perburuan sopir metromini maut selama hampir 6 bulan. Suatu prestasi
polisi yang penuh perjuangan dan kerja keras tanpa henti. (Robert
Adhi Ksp)