Tag Archives: M Nurdin

Pengungsi Dipindah ke Pontianak

Pengantar
Konflik sosial di Sambas telah menimbulkan penderitaan berkepanjangan bagi korban yang tidak berdosa. Puluhan ribu orang diungsikan ke Pontianak dengan suasana di pengungsian yang memprihatinkan. Jangan pernah terjadi lagi peristiwa kelam ini! (KSP)

KOMPAS
Sabtu, 10 Apr 1999
Halaman: 15
Penulis: KSP/JAN

PENGUNGSI DIPINDAH KE PONTIANAK
Singkawang, Kompas
Situasi Kota Singkawang, ibu kota Kabupaten Sambas (Kalbar),
Jumat (9/4) berangsur-angsur pulih. Sementara di luar kota, dari
Selakau hingga Pemangkat, situasi masih mencekam. Massa bersenjata
tajam dan senjata api rakitan masih berjaga-jaga di sudut jalan, dan
meminta sumbangan uang untuk rekan mereka yang tewas tertembak dua
hari lalu.

Di beberapa ruas jalan antara Selakau dan Pemangkat dibuat
barikade dari drum, meja dan gerobak yang ditaruh di tengah jalan,
untuk menghambat kendaraan yang melintas di sana. “Kami berjaga-jaga
karena ada isu serangan balik ke daerah Pemangkat,” kata seorang dari
mereka yang membawa senjata tajam sehingga seperti orang siap
berperang.

Di pusat kota kecamatan Pemangkat sendiri, aktivitas ekonomi
berjalan normal. Namun bendera setengah tiang masih berkibar di rumah
dan toko setempat. Di sebuah sudut jalan, ada tripleks bertuliskan,
“Bebaskan Teman-teman Kami yang Ditahan”.

Kapolres Sambas, Letkol (Pol) M Nurdin mengatakan, aparat keamanan
berupaya mengevakuasi 4.949 warga Madura yang kini mengungsi di Markas
Kompi “A” Batalyon Infantri 641/Beruang di kota kecamatan Sambas.

Menurut rencana, mereka akan dipindahkan ke Kota Singkawang dan
Pontianak dengan 25 truk. Namun di rute yang akan dilalui, terdapat
massa yang melakukan pencegatan di sejumlah ruas jalan di daerah
Selakau dan Pemangkat. Nurdin menegaskan, pasukan keamanan pasti
bertindak tegas jika iringan evakuasi dihadang massa.

Menurut catatan Posko Pemda Sambas, hingga Jumat jumlah warga
Madura yang mengungsi dan ditampung di tujuh lokasi di Sambas tercatat
9.077 orang, yaitu di markas Kompi “A” Yonif 641 Beruang Sambas (4.949
orang), markas Koramil Singkawang (261), markas Secata “B”
Pasirpanjang (2.622), markas PMI Singkawang (20), markas Kompi “B”
Yonif 641 Pemangkat (32), barak Tanjunggondol Pemangkat (193), barak
Bongmakong (1.000).

Bupati Sambas, Tarya Aryanto, kemarin mengadakan pertemuan dengan
sejumlah tokoh Melayu Sambas di Singkawang. Mulai hari itu 20 tokoh
Melayu Sambas dipimpin Ketua DPRD Kalbar, Muchallie Taufiek, mengadakan dialog keliling dengan masyarakat Melayu di daerah kantung konflik di
Kabupaten Sambas, mulai dari Kecamatan Sungairaya, Selakau, Pemangkat,
Tebas, Jawai, Sambas, hingga Kota Singkawang (yaitu Kecamatan Pasiran,
Roban, dan Kecamatan Tujuhbelas). Tujuannya mengajak warga agar
menghentikan pertikaian dan tidak lagi melakukan tindakan anarkis.

Akibat kerusuhan di Singkawang, suasana Kota Pontianak dan kawasan
sekitarnya terasa tak nyaman. Malam hari kaum lelaki melakukan ronda.
Dan sejak hari Kamis malam, semua diskotek dan karaoke di Pontianak
ditutup. Tempat hiburan itu dinilai sangat potensial menjadi memicu
pertikaian antarkelompok masyarakat. “Suasana kota ini masih rawan
sehingga perlu diredakan,” kata Kapolresta Pontianak Letkol (Pol)
Manahan Daulay. (ksp/jan)

11 Tewas dalam Insiden Singkawang

Pengantar

Peristiwa yang satu ini saya ingat benar. Waktu itu saya sedang berkeliling di seputar wilayah Sambas, massa berkumpul dari Desa Sungaigaram menuju Singkawang. Mereka berencana mendatangi lagi Markas Polres Sambas di Singkawang. Saya naik mobil dinas Rocky sendirian. Di luar massa bersenjata api, tombak dan panah, jumlahnya ratusan orang. Waktu itu saya sudah berpikir bagaimana jika dari depan, ada polisi atau tentara menghadang? Ah, benar juga. Tiba-tiba terdengar letusan senjata. Massa kocar-kacir. Saya menepikan mobil, keluar dan bersembunyi di balik mobil. Suara tembakan tiada henti sampai 5-10 menit. Setelah reda, saya baru tahu belakangan, ada 11 orang tewas tertembak. Saya tiba di Mapores Sambas, Kapolda Kalbar (waktu itu) Chaerul Rasjid dan Danrem Encip Kadarusman ada di sana. “Anda memang berani,” komentar Chaerul Rasjid sambil menepuk-nepuk bahuku. “Hati-hati Dhi, ” pesan Encip yang cemas melihat saya “jalan-jalan” jauh ke pelosok Sambas sendirian tanpa pengawalan. Kapolres Sambas M Nurdin luka kena panah. Saya waktu itu betul-betul nekad, tapi syukurlah, Tuhan selalu bersama saya dan melindungi saya, karena memang saya tak punya niat buruk. Jangan pernah terjadi lagi peristiwa hitam seperti ini. (KSP)

KOMPAS

Kamis, 08 Apr 1999

Halaman: 1

Penulis: KSP/JAN

11 TEWAS DALAM INSIDEN SINGKAWANG
Singkawang, Kompas

Sedikitnya 11 orang tewas tertembak dalam insiden berdarah
hari Rabu (7/4) di Kota Singkawang (Kalbar) dan sekitarnya. Para
korban adalah sebagian dari ratusan orang dari arah Pemangkat yang
mencoba masuk kota. Mereka sempat dihadang Pasukan Anti Huru Hara
(PHH) di Desa Sungaigaram, Kecamatan Tujuhbelas, Kabupaten Sambas,
sehingga “bentrok” tak terelakkan lagi.

Wartawan Kompas yang berada di Desa Sungaigaram menyaksikan
massa menggunakan truk, sepeda motor maupun berjalan kaki, berusaha
menembus hadangan petugas. Melihat massa terus berusaha menerobos
pagar betis PHH, petugas mulai melepaskan tembakan dengan peluru karet
dan peluru tajam. Massa kocar-kacir, empat di antaranya tewas di
tempat.

Hamidi Saini (27), warga Desa Sabaran Sungai, Kecamatan Jawai
(Sambas) merupakan salah satu korban tewas. Dada kirinya tertembak
peluru karet dalam jarak dekat. Seluruh korban yang tewas hari itu
langsung dibawa ke rumah sakit tentara di Singkawang.

Kepala Kepolisian Daerah Kalbar Kolonel (Pol) Chaerul Rasjidi
bersama Komandan Korem 121 Kolonel (Inf) Encip Kadarusman memimpin
langsung pengamanan di Kota Singkawang. “Massa mencoba mendatangi
Markas Polres Sambas dan menuntut kawan-kawannya yang ditahan segera
dilepas,” kata Chaerul.

Namun ia menegaskan, tidak akan memenuhi tuntutan massa yang
menghendaki tersangka dilepas. Sebab untuk meminta penangguhan
penahanan, ada prosedur yang harus dipenuhi.

Menurut Kapolda, dari sebelas korban tewas, delapan kena
peluru karet dan tiga lainnya kena peluru tajam. “Hari ini (Rabu
kemarin – Red), saya mendapat perintah langsung dari Menhankam dan
Kapolri untuk mengambil tindakan keras. Tembakan dilepaskan karena
massa yang menggunakan truk, mencoba menabrak pasukan keamanan di Desa Sungaigaram. Massa betul-betul sudah liar…,” kata Chaerul. Hari Rabu
itu, 15 orang ditahan.

Sebelumnya, Kolonel Chaerul Rasjidi menegaskan, dalam
kerusuhan di Kabupaten Sambas, tidak ada etnis Tionghoa yang terlibat.
“Kalau ada pemberitaan media massa yang menyebutkan etnis Tionghoa
terlibat, itu tidak benar. Kerusuhan ini hanya melibatkan etnis
tertentu,” tandas Chaerul yang wanti-wanti agar pernyataannya ini
disiarkan agar tidak terjadi kesimpangsiuran.

Truk ditinggal pemilik
Dalam insiden tersebut, sekitar tujuh truk dan sepuluh sepeda
motor ditinggalkan pemiliknya di jalan antara Singkawang-Pemangkat.
Hampir seluruh kaca dan ban truk pecah akibat terkena peluru petugas.
Kapolres Sambas Letkol (Pol) M Nurdin luka ringan pada tangan kirinya
terkena serangan anak panah.

Sekitar pukul 10.00, petugas berhasil mengendalikan situasi di
Desa Sungaigaram. Namun setengah jam kemudian, massa yang datang dari
arah Pemangkat bertambah banyak. Mereka memprotes penembakan yang
dilakukan petugas keamanan. Setelah bernegosiasi dengan petugas
keamanan, akhirnya sekitar pukul 11.00, massa diperbolehkan berjalan
kaki masuk Kota Singkawang. Jumlahnya mencapai 2.000 orang.

Pada pukul 11.45, sebagian massa sudah masuk Kota Singkawang,
namun sebagian lagi dicegat petugas di Desa Sungai Wie, lima kilometer
menjelang Kota Singkawang. PHH kembali melepaskan tembakan, dan massa
pun kocar-kacir.

Dikendalikan
Situasi berhasil dikendalikan sekitar pukul 12.45. Namun tak
ada satu pun toko yang berani buka. Pada pukul 13.00, sebagian massa
mengalihkan unjuk rasa ke kantor Pemda Kabupaten Sambas. Jumlahnya
sekitar 600 warga Melayu dan Dayak. Mereka menuntut Bupati Sambas
bertanggung jawab atas jatuhnya korban, serta memaksanya melepaskan
rekan-rekan yang ditahan.

Setengah jam kemudian, Bupati Sambas Tarya Aryanto bersama
Kapolres Letkol (Pol) M Nurdin dan Komandan Kodim Letkol (Inf)
Kartotok bertemu massa yang berkumpul di kantor bupati. Mereka
menyampaikan protes atas penembakan yang dilakukan PHH.

Ketua Forum Komunikasi Pemuda Melayu (FKPM) Kabupaten Sambas,
Echdar mengimbau aparat keamanan agar memahami masyarakat Kabupaten
Sambas. Tolong, jangan main sikat,” kata Echdar yang minta pelaku
penembakan diusut.

Dibakar massa
Sementara itu sekitar 60 rumah warga di Desa Sungaijaga,
Kecamatan Sungairaya, Kabupaten Sambas, pukul 14.30 musnah dibakar
massa. Rumah itu umumnya dalam keadaan kosong, karena ditinggal
mengungsi. Aksi pembakaran juga terjadi di Kota Singkawang.
Rumah-rumah di perkampungan warga Madura di sekitar Lapangan
Kridasana dibakar pukul 18.30.

Petugas keamanan dari Polri dan TNI AD masih berjaga-jaga di
sekeliling Kota Singkawang. Petugas melancarkan razia terhadap
kendaraan yang melintas di Desa Sungaigaram, menjelang masuk Kota
Singkawang.

Laporan terakhir menunjukkan, pasukan keamanan terus memburu
massa yang menggunakan truk, bak terbuka, dan kendaraan roda dua.
Jumlah tersangka yang ditahan sepanjang hari Rabu kemarin 48 orang,
sehingga seluruhnya yang ditahan dalam tiga hari terakhir menjadi 149
orang. Dari jumlah itu, 31 di antaranya dibawa ke Markas Polda Kalbar
di Pontianak. Aparat keamanan menyita 30 motor, tiga senjata tajam,
dan satu senjata bomen berikut lima peluru buatan Malaysia. (ksp/jan)

Puluhan Jenazah Ditemukan di Sambas

Pengantar
Di manapun, konflik sosial selalu melahirkan penderitaan. Jangan pernah terjadi lagi peristiwa hitam, sejarah kelam di Sambas ini. (KSP)


KOMPAS
Kamis, 25 Mar 1999
Halaman: 1
Penulis: KSP/JAN

PULUHAN JENAZAH DITEMUKAN DI SAMBAS
* Ulama: Jangan Pulangkan Warga Madura
Sambas, Kompas
Wilayah terpencil di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, seperti
Kecamatan Paloh dan Telukkeramat di ujung utara, hingga Rabu (24/3),
masih diselimuti ketegangan. Di dua kecamatan yang hanya dapat
dijangkau dengan menyeberangi Sungai Sambas Besar itu, ditemukan
belasan jenazah dan ratusan rumah yang dibakar.

Dengan penemuan tersebut, berarti jumlah korban tewas dalam
kerusuhan sosial yang meledak sejak awal pekan lalu meningkat
menjadi 176 jiwa. Data yang diperoleh Kompas dari Posko I Pemda
Kalbar di Pontianak, menyebutkan, selain korban tewas, jumlah rumah
yang dibakar mencapai 2.324 unit. Sedangkan rumah yang dirusak 161
unit.

Laporan terakhir menyebutkan, sebanyak 408 warga Madura yang
tersasar ke pelabuhan Sematan, Lundu, sekitar 108 km dari Kuching,
ibukota negara bagian Sarawak, Malaysia Timur, Jumat sekitar pukul
02.00, bertolak kembali ke Pontianak menggunakan Kapal Motor
Anugerah Makmur. Jumlah yang tersasar sebenarnya 411 orang. Tetapi
satu keluarga terdiri tiga jiwa terpaksa “dititipkan” di Lundu,
mengingat si-Ibu baru saja melahirkan.

Keterangan LO Polri di Konsulat RI di Kuching Mayor (Pol) Herwan
Chaidir menyebutkan, mereka tersasar ke Sarawak ketika hendak
menjauhkan diri dari kerusuhan di Kalbar.

Warga Madura yang berasal dari Desa Paloh di Pemangkat, Kalbar
itu meninggalkan Paloh, Selasa lalu menuju Pontianak.
Di tengah jalan, kapal motor Perniati yang mereka tumpangi
mendapat serangan, sehingga perjalanan membelok ke arah Sematan,
Lundu, Sarawak.

Ulama Madura
Sementara itu, ulama Madura dalam pernyataan tertulis yang
ditandatangani KHR Fuad Amin Imron menyatakan, bahwa masyarakat
Madura -terlepas dari kekurangannya -, sangat menghargai etnis lain
dan mudah bergaul serta beradaptasi dengan warga lain tanpa
memandang perbedaan suku, agama, dan etnis. Juga terkenal sangat
ulet dalam menantang hidup, sehingga banyak sukses dalam segala
usahanya dan tersebar di seluruh Indonesia sejak berabad-abad yang
lalu. Demikian pula, sangat patuh dan taat terhadap peraturan-
peraturan pemerintah sebagai masyarakat berbangsa dan bernegara.

Oleh sebab itu, tulis pernyataan itu lebih lanjut, ulama Madura
menyatakan prihatin dan belasungkawa sedalam-dalamnya atas korban
tragedi Sambas yang terjadi antara kelompok etnis Dayak dan Melayu
dengan kelompok etnis Madura yang telah banyak memakan korban jiwa,
harta benda, dan martabat manusia.

Mengimbau pemerintah, khususnya aparat ABRI maupun Polri untuk
segera mengambil tindakan tegas dan cepat dengan tanpa memihak,
serta mengimbau pemerintah untuk dapat menjamin keamanan dan
keselamatan jiwa etnis Madura yang sedang dalam keadaan terdesak.
Disamping itu mendesak pemerintah untuk segera mengadakan
rekonsiliasi antara etnis yang bertikai di Kalbar.

Ulama Madura juga mengimbau pemerintah agar tidak memulangkan
warga Madura yang sudah bertahun-tahun berada di Kalbar, sesuai
dengan haknya sebagai warga negara, agar tidak menimbulkan masalah-
masalah baru, karena Kalbar adalah bagian dari wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Tegang
Ketegangan di Kecamatan Paloh, sekitar 300 km dari Pontianak
terjadi sejak Senin tengah malam lalu. Namun hingga Rabu siang
kemarin, masih terlihat massa mengenakan ikat kepala kuning dan
merah. Sebagian lagi masih melakukan pembakaran rumah dan kendaraan
milik warga Madura.

Rumah-rumah yang dibakar berlokasi di Desa Tanah Hitam, Malek,
Nibung di Kecamatan Telukkeramat, serta di Liku (ibu kota Kecamatan
Paloh), Desa Sebubus, dan Desa Setinggak. Jumlahnya lebih dari 500
buah.

Suasana mencekam juga masih menyelimuti Desa Dusun Senangi, Desa
Lela, Kecamatan Telukkeramat di sebelah utara Kabupaten Sambas. Di
perkampungan ini, menurut saksi mata, sekitar 200 rumah dibakar
massa dan ditemukan puluhan jenazah yang dibunuh massa pada hari
Selasa siang hingga malam. Puluhan lainnya tergeletak di dalam hutan
di sekitar Senangi.

Sebanyak 150 petugas keamanan yang tergabung dalam Pasukan
Penindak Rusuh Massal (PPRM) tiba di Paloh petang hari. Mereka tiba
di dermaga Telukkalong (Telukkeramat) setelah truk-truk yang
mengangkut mereka menyeberang Sungai Sambas Besar dengan feri KMP
Merawan II. Pasukan itu dipimpin Kapolres Sambas Letkol (Pol) M
Nurdin dan Wakil Komandan PPRM Letkol (Pol) Johny W Usman. Pasukan
PPRM akan disebar ke dua kecamatan yang terpencil itu.

Pontianak
Gelombang pengungsian dari Kabupaten Sambas masih terus
bertambah. Sepanjang hari Rabu, jumlah pengungsi yang tiba di
Pontianak kurang lebih 2.800 jiwa. Di antaranya ada tiga perempuan
yang baru dua hari melahirkan bayi. Mereka adalah Ny Midah (21), Ny
Saritah (22), dan Ny Sari’ah (35). Ketiga ibu dan bayi dalam keadaan
sehat.

Pengungsi yang telah tiba di Pontianak diperkirakan telah
mencapai kurang lebih 16.500 jiwa. Namun yang diamankan di sebelas
lokasi pengungsian di kota itu hanya sekitar 13.191 jiwa. Sisanya
ditampung pada rumah keluarga.

Untuk itu Pemda Kodya Pontianak menginstruksikan kepada para
Lurah agar segera mendata warga baru di wilayahnya. Pendataan ini
dinilai penting untuk memudahkan pengawasan dan koordinasi dengan
Pemda Kalbar dalam upaya rehabilitasi serta relokasi pengungsi pasca
kerusuhan sosial. (ksp/jan/*)

Pengungsi Melahirkan di Kapal

Pengantar

Tak bisa dibayangkan pengungsi perempuan melahirkan di kapal perang. Sungguh, sejarah hitam di Kalimantan Barat ini jangan sampai terulang lagi. (KSP)

KOMPAS

Selasa, 23 Mar 1999

Halaman: 1

Penulis: KSP/JAN/FUL/GG/MBA


PENGUNGSI MELAHIRKAN DI KAPAL
* Korban Tewas Jadi 165 Orang

Sambas, Kompas
Sebanyak 10 wanita pengungsi asal Sambas, yang tengah menuju
Pontianak (Kalbar), melahirkan di atas kapal pengangkut KRI Teluk
Sabang, hari Senin (22/3). Hal tersebut diungkapkan Komandan
Pangkalan TNI AL Pontianak Kolonel Laut (P) Uray Asnol Kabri kepada
Kompas, semalam.

Dikatakan, KRI Teluk Sabang mengangkut 1.425 pengungsi dari
Desa Sabaran, yang berlokasi di pesisir Sungai Sambas Besar.
Pengungsi ini dilaporkan tiba di Pontianak sekitar pukul 21.00.
Sedangkan kapal TNI AL lainnya, KRI Imam Bonjol bertindak selaku
pengawal Teluk Sabang. Dalam perjalanan itulah, 10 bayi lahir.

Menurut Kabri, bayi maupun ibunya yang melahirkan di kapal
dalam keadaan selamat, dan mendapat perawatan tim kesehatan KRI
Teluk Sabang.

Warga Madura yang berada di Desa Sabaran tersebut diungsikan
dari desa-desa terdekat di Kecamatan Jawai dan Tebas. Empat wanita
dilaporkan melahirkan -satu di antaranya melahirkan bayi kembar-di
Desa Sabaran, saat bersiap-siap mengungsi.

Laporan terakhir menyebutkan, ribuan orang dari beberapa kecamatan
di Sambas, Senin malam sekitar pukul 21.00 berkumpul di Jl Yos Sudarso,
Singkawang. Mereka meminta pertanggungjawaban aparat keamanan,
menyusul tertembaknya lima warga lokal. Kerumunan massa menjelang
pukul 23.00 bisa dibubarkan, setelah tokoh agama dan masyarakat turun
tangan.

Dari korban luka sebanyak itu, satu di antaranya anak berusia
11 tahun asal Setapuk Besar, Selakau, yang tertembak di bagian perut
dan kini dirawat di Rumah Sakit Abdul Azis Singkawang, bersama empat
korban tembakan di tempat sama.

Antarkelompok
Di Jakarta, Menhankam/ Pangab Jenderal TNI Wiranto menegaskan,
untuk mencegah meluasnya pertikaian antarkelompok masyarakat di
Sambas dan sekitarnya, serta menghindari terulangnya kembali kerusuhan
berlarut-larut seperti di Ambon, pihaknya hari Selasa ini mengirim
pasukan berkekuatan satu batalyon plus yang tergabung dalam Pasukan
Penindak Kerusuhan Massal.

Pasukan itu bertugas melerai kelompok yang saling bertikai.
Kerusuhan di Sambas ini diharapkan tidak dijadikan alat untuk meraih
kepentingan politik tertentu.

Menurut Wiranto, secara fisik jelas terlihat ada suatu
persengketaan antarkelompok masyarakat. “Tidak usah disebut kelompok
etnik atau kelompok agama apa, tetapi kita melihat memang ada suatu
persengketaan antarkelompok di masyarakat,” tegasnya.

Pangdam VI Tanjungpura Mayjen TNI Zainuri Hasyim dalam kesempatan
terpisah menyatakan, sampai saat ini belum ditemukan adanya motif lain
dan terlibatnya provokator dari luar daerah dalam kerusuhan itu.
Ditegaskan, kerusuhan Sambas adalah murni pertikaian antarkelompok
yang dipicu ulah preman.

Tewas 165 orang
Pembakaran rumah kosong yang sudah ditinggalkan pemiliknya,
juga masih terus berlangsung, antara lain di Kecamatan Sambas,
Telukkeramat, dan Jawai.

Aparat keamanan terus melancarkan razia senjata tajam dan
senjata api milik kelompok-kelompok yang bertikai, dan menyita 995
senjata tajam dan 350 senjata api rakitan. Namun, bentrokan antara
massa dan aparat nyaris terjadi ketika massa tidak bersedia
menyerahkan senjata mereka kepada aparat di Pemangkat.

Dari Posko I Pemda Kalbar diperoleh informasi, jumlah korban
tewas dalam kerusuhan sosial di Kabupaten Sambas sejak 21 Januari
1999 lalu hingga Senin kemarin tercatat 165 orang. Korban yang
menderita luka berat 38 orang dan luka ringan sembilan orang.

Sedangkan jumlah rumah yang dibakar 2.142 unit dan rusak 153
unit. Kendaraan roda empat yang dibakar empat unit dan dirusak enam
unit. Sepeda motor yang dibakar empat unit dan dirusak satu unit.

Menurut petugas Posko Pemda Kalbar, jumlah pengungsi yang akan
diangkut ke Pontianak diperkirakan masih terus bertambah, sebab
sekitar 6.000 pengungsi kini masih diamankan pada sejumlah lokasi
di Kabupaten Sambas. Kenyataan itu membuat Pemda Kalbar kewalahan
mencari tempat penampungan. Bantuan makanan bagi pengungsi pun
sangat sedikit.

Pengungsi yang telah tiba di Pontianak diamankan di tujuh
lokasi, termasuk Gedung Olahraga Pangsuma. Jumlahnya mencapai 7.557
jiwa. Sejumlah pengungsi yang diamankan di GOR Pangsuma dan Asrama
Haji Pontianak mengeluh kekurangan fasilitas umum. Data Posko
Kesehatan pada Kanwil Depkes Kalbar, menyebutkan, hingga kemarin,
pengungsi yang dirawat jalan sebanyak 362 orang, dan 19 orang
lainnya dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Soedarso Pontianak.

Pasien umumnya menderita diare.
Letkol (Pol) M Nurdin juga mengatakan, kondisi pengungsi
sangat menyedihkan. Mereka membutuhkan bantuan obat-obatan dan
makanan. Di Desa Setimbuk, Kecamatan Selakau, 300 kepala keluarga
(KK) -1.500 orang – masih berada di sana, meski dalam pengepungan
massa. Di Desa Setimbuk, Senin siang, terjadi bentrokan fisik
antarkelompok, dan mengakibatkan empat warga luka-luka.
Warga Madura yang masih menunggu dievakuasi adalah 1.431 jiwa
yang berada di Pangkalan TNI AU Sanggauledo. Mereka adalah warga
Samalantan. Di Samalantan, sudah 400 rumah hangus dibakar.

Pernyataan HMI
Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Singkawang
mengeluarkan pernyataan sikap, ditandatangani Ketua Umum Hazizah dan
Sekretaris Umum Muchlis Wahyudi. “Kita harus menerima kenyataan
sebenarnya bahwa kerusuhan di Sambas adalah murni lahir akibat
terakumulasinya berbagai tindakan negatif masyarakat pendatang yang
selama ini didiamkan.

“Masyarakat pendatang hendaknya dapat menghormati dan menghargai
adat-istiadat masyarakat setempat. Pemerintah juga hendaknya benar-
benar menyelesaikan konflik ini sebelum Pemilu 1999.”

Di Samarinda, Ketua Kerukunan Warga Madura Kaltim KH Mohammad
Zaini Naim meminta warga Madura di Kaltim mengurungkan niatnya
beramai-ramai ke Sambas. “Kendati kita ikut prihatin melihat keadaan
ini, namun jangan sampai warga Madura di Kaltim ikut memperkeruh
keadaan,” himbau pengurus MUI Kaltim ini kepada warga Madura.

Di Jakarta, Dosen STF Driyarkara Ignas Kleden sependapat
dengan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bahwa
harus ada pejabat negara yang datang ke lokasi kerusuhan.
Menurut Ignas, analisis penting tetapi pembunuhan lebih penting
untuk dihentikan. “Jangan dianalisis terus-menerus. Harus diambil
semacam tindakan,” ujarnya. (ksp/jan/ful/gg/mba)

Pelabuhan Sintete Dijaga Ketat

Pengantar
Konflik etnis di Sambas membuat warga setempat cemas. Situasi di Kota Kecamatan Tebas mencekam. Isu serangan balasan membuat situasi kian panas. (KSP)

KOMPAS
Rabu, 24 Feb 1999
Halaman: 8
Penulis: KSP/JAN

PELABUHAN SINTETE DIJAGA KETAT
Tebas, Kompas
Situasi kota kecamatan Tebas di Kabupaten Sambas (Kalbar) hingga
Selasa (23/2) masih mencekam. Toko tutup, sekolah diliburkan, dan
aktivitas ekonomi lumpuh. Pelabuhan Sintete di Kecamatan Pemangkat
dijaga ketat oleh pasukan keamanan, setelah tersebar isu akan ada
serangan balasan dari laut. Seorang yang diduga provokator telah
ditahan pihak kepolisian.

Pada Senin tengah malam, 10 rumah di Desa Semparuk (Pemangkat),
enam rumah di Desa Tebas Kuala (Tebas) dan dua rumah di Jawai dibakar.
Dengan demikian kerusuhan antarsuku di kedua kecamatan pesisir itu,
mengakibatkan 38 rumah dibakar massa, di samping tiga orang tewas.

Polres Sambas dan Brimob Polda Kalbar sejak Senin malam hingga
Selasa siang melakukan razia senjata di daerah kerusuhan. Dalam
operasi itu polisi menyita 13 senjata api rakitan jenis bomen, 73
senjata tajam campuran, 33 tombak, 7 katapel, 91 anak panah campuran,
3 bom molotov, dan 55 amunisi bomen.

Polisi telah menahan seorang yang diduga kuat sebagai provokator,
yaitu Iswadi bin Abdul Ahya (47), sedangkan dua lainnya masih dalam
pengejaran. “Mereka semua dari Kecamatan Tebas, tak ada yang dari
luar Kalbar,” ujar Kapolda Kalbar Kolonel (Pol) Chaerul Rasjid di
Tebas. Sedang Rodi bin Muharap (18) yang menjadi pemicu kerusuhan,
yang dikenal sebagai pemeras dan pemalak, ditahan di Mapolres Sambas.

Chaerul Rasjid menegaskan, sejumlah tokoh masyarakat sudah
membuat pernyataan bersama. Pernyataan itu ditandatangani tokoh
masyarakat Madura, H Aliwafa; tokoh masyarakat Melayu, M Burhan Z;
tokoh masyarakat Dayak, SA Muis; Kapolres Sambas, Letkol (Pol) M
Nurdin; Camat Tebas, Samingan; Kapolsek Tebas, Letda (Pol) Aang
Sudarman; serta Komandan Rayon Militer, Lettu (Inf) Gunarso.

Di Tebas (sekitar 207 km utara Pontianak), pada Selasa pagi
tersebar isu akan terjadi serangan balasan dari laut, dan massa
dikabarkan akan datang melalui Pelabuhan Sintete. Namun, setelah
Kapolres Sambas Letkol (Pol) M Nurdin menyusuri jalan itu menuju
Sintete, ternyata tidak ada bentrokan. (ksp/jan)

Kalbar Rusuh Lagi, Tiga Tewas, 20 Rumah Dibakar

Pengantar
Penyerangan terhadap warga di Desa Paritsetia, Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Januari 1999, ternyata memicu konflik serupa di Kecamatan Tebas. Pemicunya sangat sepele, penumpang tidak bayar dipelototi kernet. Si penumpang tak terima, lalu mencari kernet dan kemudian melukainya. Dari sini, Sambas mulai membara. (KSP)

KOMPAS
Selasa, 23 Feb 1999
Halaman: 19
Penulis: KSP

KALBAR RUSUH LAGI
* Tiga Tewas, 20 Rumah Dibakar
Pontianak, Kompas
Tiga orang tewas akibat keributan antarwarga di Kecamatan Tebas,
Kabupaten Sambas (Kalimantan Barat) sepanjang hari Senin (22/2).
Sementara itu, 20 rumah dan dua truk hangus dibakar massa. Hingga
Senin malam situasinya masih mencekam. Pasukan polisi dan tentara
dikerahkan untuk menjaga keamanan dan mengendalikan situasi di
kota-kota pantai di Kalbar bagian utara.

Kapolda Kalbar Kolonel (Pol) Chaerul Rasjid hari Senin sore
mengatakan, peristiwa itu berawal dari masalah sepele, yang kemudian
berkembang menjadi penyerangan, pembakaran dan pembunuhan atas
sekelompok warga lainnya. Polres Sambas kini menahan seorang bernama
Rudi, yang perbuatannya memicu keributan. Kapolres Sambas Letkol (Pol)
M. Nurdin menegaskan, Rudi akan diadili.

Menurut keterangan berbagai sumber, awalnya pada Minggu (21/2)
sore, Rudi, warga Desa Pusaka, Kecamatan Tebas, naik kendaraan umum
di daerah itu. Setelah turun di Desa Mensere, Rudi menolak membayar.

Kernet angkutan umum itu, Bujang Idris lalu memelototinya. Rudi
tersinggung, lalu pulang ke rumahnya di Desa Pusaka dan mengambil
celurit. Rudi sudah kenal Bujang Idris, sehingga mudah mencarinya di
Desa Semparuk. Pada sore itu, Rudi menyabet Bujang Idris dengan
celuritnya, sehingga luka.

Masyarakat Desa Semparuk, Kecamatan Pemangkat tidak menerima
perlakuan Rudi. Pada Senin pukul 02.00 dini hari, mereka membakar
kompleks perumahan, yang menghanguskan 17 rumah. Pada waktu yang
bersamaan, massa lainnya juga membakar tiga rumah di Desa Tebas Kuala.

Pukul 05.00, massa melakukan penyerangan ke rumah kontrakan
tertentu di Desa Sungai Kelambu, Kecamatan Tebas. Penghuninya adalah
pekerja yang sedang melakukan pembuatan jalan desa. Dalam serangan itu
satu orang tewas seketika namun identitasnya belum diketahui. Seorang
lagi, Sukri, tewas dalam perjalanan ke rumah sakit. Tiga penghuni
lainnya berhasil kabur, seorang lagi bersembunyi dengan cara memanjat
pohon kelapa. Dua truk di sekitar lokasi hangus dibakar massa.

Pukul 10.00, di atas jembatan di kota kecamatan Tebas, polisi
menemukan jenazah Mukri (29), yang diduga tewas akibat dihajar massa.
Sepanjang hari Senin, seluruh warga berjaga-jaga di kampung
masing-masing dengan mengenakan ikat kepala warna kuning di kepala,
untuk mengantisipasi terjadinya penyerangan balasan.

Di kota kecamatan Pemangkat (sekitar 187 km dari Pontianak)
situasi sangat mencekam, semua toko tutup sejak pagi. Begitu pula di
kota kecamatan Tebas. Ratusan personel keamanan dikerahkan, untuk
mengamankan kota-kota di pesisir utara wilayah Kalbar.


Satu kompi Brimob Polda Kalbar diturunkan ke Kecamatan Tebas dan Kecamatan Pemangkat, untuk mengendalikan situasi. Ratusan tentara dari batalyon infantri 641/Beruang Hitam, 643/ Anjungan, dan Zeni Tempur-6, Artileri Medan Ngabang, juga dikerahkan untuk mengamankan daerah itu.
Bupati Sambas Tarya Aryanto bersama Muspida setempat langsung
mengadakan tatap muka dengan tokoh-tokoh masyarakat. Kapolda Kalbar
Kolonel (Pol) Chaerul Rasjid Senin malam juga langsung berdialog
dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat Kecamatan Tebas dan Kecamatan Pemangkat.

Bulan Januari lalu, insiden berdarah juga terjadi di Kabupaten
Sambas, yang menewaskan tiga warga Desa Paritsetia, Kecamatan Jawai.
Waktu itu persoalannya juga sepele, warga Desa Paritsetia memergoki
Hasan, warga Desa Sarimakmur, Kecamatan Tebas, mencuri. Hasan dihajar
massa, tetapi ia tidak terima dan mengadu ke keluarganya. Tepat pada
hari pertama Lebaran (19/1), ratusan orang dari Desa Sarimakmur,
Kecamatan Tebas, menyerang warga Desa Paritsetia, menyebabkan tiga
orang tewas. (ksp)